Klik

Cari Blog Ini

Get Big Money With Your Website or Blog

Get cash from your website. Sign up as affiliate.

Rabu, 28 April 2010

Hidup Memerlukan Perjuangan

Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tetesan darah tercurah di seluruh penjuru tanah air untuk merebut bangsa ini dari tangan penjajah. Perjuangan yang panjang membuahkan hasil. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia dikumandangkan MERDEKA... MERDEKA...

Hal yang sama akan kita lakukan dalam setiap detik, menit, jam, bulan dan tahun. Ada begitu banyak perjuangan yang harus kita lakukan. Misalnya, berjuang untuk hidup, berjuang untuk sukses, berjuang untuk keluarga, berjuang untuk masa depan, berjuang untuk karier, berjuang untuk dihargai dan sebagainya.

Dalam berjuang membutuhkan komitmen dan konsistensi. Kalau kita berkomitmen dan konsisten dalam melakukan perjuangan hidup, niscaya Tuhan tidak tinggal diam. Dia pasti akan menolong kita, mungkin lewat saudara, orang tua, bahkan lewat orang yang tidak kita kenal.

Suatu hari... saya sedang kesulitan keuangan. Tiba-tiba suami saya mengatakan kalau kita harus mengunjungi orang sakit. Kami pun pergi ke rumah sakit dan bertemu dengan relasi kami yang sakit DBD. Rasa kasihan dari hati kami muncul, karena ibu ini single parent yang harus mengurus anaknya yang sedang sakit. Kami tak lupa mendoakan anaknya, si ibu pun menangis. Saya memeluknya dan menguatkannya, ia senang sekali karena ada yang menjenguk dan berdoa untuk kesembuhan anaknya serta biaya rumah sakit. Jujur, saya menangis juga, karena saya berpikir "Bagaimana kalau hal ini terjadi pada saya, mungkin saya akan seperti ibu ini?" Akhirnya jam berkunjung selesai dan kami pamit. Walaupun saya sedang kesulitan keuangan, saya langsung memmberikan ibu ini uang. Saya yakin Tuhan tidak akan membiarkan anak cucunya meminta-minta. Saya meyakinkan suami untuk tetap percaya bahwa suatu saat berkat Tuhan akan datang. Akhirnya BENAR... Tuhan memberikan berkat kepada kami melebihi uang yang kami berikan ke ibu tadi. Luar biasa!Dari pengalaman ini, hati saya semakin teguh untuk selalu beriman kepada Tuhan Yesus dan mengandalkan-Nya dalam segala hal.

Meskipun hidup ini penuh perjuangan, Ingatlah bahwa Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan Anda. Percayalah kepada-Nya. Mazmur 37:3 "Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia,"

Selasa, 13 April 2010

TERSINGKAPNYA TABIR RAHASIA ILAHI (Kolose 1:15-29)


Bagi sebagian orang sosok Yesus—yang lahir di kandang binatang di kota Betlehem—adalah seorang manusia biasa saja. Ia lahirkan di tempat yang tidak semestinya, karena tidak ada penginapan yang diberikan saat itu. Bukan berarti Yusuf dan Maria tidak punya uang untuk membayar penginapan, akan tetapi menurut catatan Injil Lukas demikianlah dikatakan bahwa mereka tidak mendapatkan tempat penginapan.  Namun, sebagian orang yang percaya kepada nubuatan, kehadiran Yesus ke dunia adalah bentuk tersingkapnya tabir rahasia Tuhan yang beradab-abad tersembunyi. Itulah yang diungkapkan oleh Paulus  kepada Jemaat di Kolose, dengan berkata, “…dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu, yaitu rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad,…yaitu; Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!  (ay. 25-28)
Mengapa pribadi Yesus menjadi kunci tersingkapnya rahasia Tuhan adalah pertanyaan penting yang harus dijawab. Sebab, Yesus bukan hanya sosok manusia 100% yang dapat dilihat dan dijamah, akan tetapi Ia juga diyakini sebagai Pribadi Allah sendiri yang adalah Owner dari seluruh ciptaan. Maksud dari tulisan ini bukanlah mendikotomikan tentang pribadi dan pekerjaan Allah dalam Perjanjian Lama (PL) atau dalam Perjanjian Baru (PB). Akan tetapi, agar kita bisa melihat maksud pernyataan Paulus tentang siapa Yesus.
Saya akan mengulang ingatan kita pada Pribadi Tuhan dalam PL. Dalam perjanjian ini tidak dimungkiri bahwa pribadi Tuhan itu sangat transendent  sekali. Kendati sesekali Ia menampakkan diri dengan wujud manusia, seperti dalam kisah pergulatan Yakub dengan seseorang atau berwujud seperti malaikat, nampaknya pribadi Allah tetap tidak tersentuh. Terkecuali dalam kasus khusus yang dialami oleh Musa di Gunung Sinai. Bagi umat pilihan-Nya yaitu Israel, Allah tetap menjadi Tuhan yang jauh, tidak terlibat dalam alam, tersembunyi, “kejam”, bahkan sangat menakutkan. Sementara pekerjaan-Nya penuh dengan mujizat, kuasa, “kekerasan”, penuh dengan kejutan dan tuntutan.  Dengan pribadi seperti ini Allah yang penuh kasih itu ter-image sebagai Tuhan yang tidak kompromistis. Kitab Ibrani sangat jelas mengatakan, “Tuhan adalah api yang menghanguskan” (12:29).
Image ini terus berlangsung dalam peradaban manusia berabad-abad lamanya. Tuhan yang telah berjanji akan menyelamatkan manusia dari dosa, menjadi Tuhan yang silent dan tidak berbuat apa-apa. Itu yang dirasakan oleh Bangsa Israel ketika mereka ditindas oleh bangsa-bangsa lain, seperti Negeri Babel dan Romawi bertepatan lahirnya Yesus ke bumi. Nubuatan yang dilontarkan oleh Nabi Yesaya nampaknya “bualan kosong” yang sifatnya retorika psikologis yang hanya membangkitkan harapan sementara. Kehadiran Mesias sebagai penyelamat pun menjadi jargon yang diperuntukkan kepada “orang gila” yang pesimis akan hidup. Akan tetapi, secara iman Bangsa Israel tetap mengharapkan lahirnya Sang Pembebas yang dijanjikan Tuhan, tanpa terkecuali Paulus, yang saat itu masih bernama Saulus menjabat anggota Sanhedrin dari Kaum Farisi yang fundamental.
Sayangnya sejarah berkata lain. Sang Pembebas itu lahir dari keturunan orang biasa, bahkan di Kandang Domba yang hina, yang sama sekali tidak masuk hitungan seperti nubuatan Yesaya. Yesus  yang diharapkan oleh banyak orang sebagai pembebas justru menentang sebuah tradisi keagamaan yang sifatnya munafik. Seluruh kaum, kerabat dan bangsa-Nya sendiri menolak Dia, termasuk Paulus. Namun, pada perjalanan pertobatannya, paradima Paulus pribadi Allah dan pekerjaan-Nya berubah total. Tuhan yang dianggap transendent justru menjadi Tuhan yang immanent. Ia yang tidak terlihat kini menampakkan diri-Nya menjadi manusia, hadir di tengah-tengah kehidupan. Tuhan yang mengerti bahasa manusia, dapat lapar dan dahaga, sedih dan marah, bahkan yang mengerti persoalan manusia. Lebih jauh lagi, Yesus pun menjadi Tuhan yang berani mencucurkan darah-Nya, mati di Kayu Salib untuk menebus dosa manusia. Inilah maksud mengapa Paulus berkatan bahwa Pribadi Yesus adalah rahasia Tuhan yang tersembunyi berabad-abad, namun telah disingkapkan  oleh Allah kepada manusia, dengan tujuan agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. GBU (GG)

Minggu, 11 April 2010

KEMBALI KEPADA ALLAH (Langkah Penting untuk Pembaharuan Rohani)


Kata-kata Daud dalam Mazmur 42:2 ini mengungkapkan keadaan hatinya yang terasa semakin hampa. Ada kehampaan di dalam jiwanya karena ia merasa jauh dari Allah. Daud tahu bahwa ia tidak akan sempurna lagi sampai ia sekali lagi berdiam di hadirat Allah. Pengalaman Daud ini menjadi kunci pembaharuan rohani bagi dirinya, khususnya kembali kepada Tuhan. Dari pengalaman ini kita mendapati bahwa kunci pembaharuan rohani adalah Tuhan sendiri. Ini adalah suatu proses yang memerlukan usaha Aktif kita untuk mengejarnya. Tanggung jawab kitalah untuk memulai proses tersebut.

Melalui Yeremia (Yer. 6:16), Allah mengingatkan bahwa mereka sedang menempuh jalan yang jauh dari kehendak-Nya, sehingga jiwa mereka menjadi lelah. Untuk mendapatkan ketenangan bagi jiwa, merela harus kembali kepada Allah. Mengejar pemahaman seksama akan Firman Tuhan merupakan langkah awal untuk kembali kepada-Nya. seringkali, setelah menghabiskan banyak waktu di kebaktian kebangunan rohani, kita mendapati jiwa yang tenang. Doa-doa rutin dan pembacaan Alkitab yang teratur juga memberikan rasa lega yang sama bagi jiwa kita. Inilah saat-saat kita benar-benar kembali dan tenang di dalam Tuhan.

Kita semua bebas melakukan apa pun yang kita mau dan menjalani hidup yang kita ingini (1 Kor. 10:23). Tetapi, tidak semua hal yang kita lakukan itu bermanfaat dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Semakin lama kita berada di jalan tersebut, semakin jauh kita dari Allah. Lagipula, semakin banyak waktu kita habiskan dengan jauh dari-Nya, maka semakin sedikit kita akan hidup bagi Dia dan melakukan hal-hal yang memuliakan Dia.

Kehidupan Salomo adalah referensi yang tepat untuk memeriksa diri kita sendiri. Semasa hidupnya, Salomo mencari dan medapatkan semua yang ia inginkan, kecuali satu hal—Allah.  Kita harus senantiasa mencari dan memeriksa jalan kita dan merenungkan kata-kata peringatan Tuhan (Pkh. 2:11; 12:13). Fakta tak terbantahkannya ialah, suka atau tidak, ahnya ada satu hal yang benar-benar penting—apakah kita sudah menjalani hidup untuk Tuhan. Semua pencapaian atau hasrat lainnya tak bisa menyaingi. Dengan standar apa kita harus memeriksa diri sendiri? Kuncinya, dengan berada dekat Tuhan dan kembali kepada-Nya.

Ketika kita menjalani hidup, banyak situasi yang mengingatkan betapa lemahnya kita sesungguhnya. Dan selagi kita ada di dunia ini, kita tidak dapat tetap benar dan kudus tanpa terus menerus memperbaharui diri menuju Allah (Hos. 6:3). Kadang-kadang, mungkin ada suatu titik saat kita nyaris meninggalkan iman dan Allah dengan menyerah pada pencobaan dan kelemahan. Roh Kdusu, yang diberikan Tuhan, lebih kuat dari kelemahan atau pencobaan apa pun. Ia tak akan pernah membiarkan kita terkatung-katung dan Ia akan selalu ada di depan kita, tetapi kita harus senantiasa tinggal di dalam-Nya (Yoh. 15:4). Tetapi, ini merupakan hubungan timbal balik—Roh Kudus akan selalu menolong kita, tetapi kita juga harus mengerjakan bagian kita.

Yesus Kristus senantiasa berdoa, baik pagi dan larut malam (Mrk. 1:35). Proses itu membuat Roh Kudus dapat senantiasa memberi Dia keberanian dengan kuasa Allah, dan kemuliaan Tuhan dinyatakan setiap kali Ia mengajar atau ketika orang sakit datang kepada-Nya. Roh Kudus membantu kita melewati semua kesulitan, betapa pun sukar atau tidada harapan. Segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah dan Ia mampun memberikan pimpinan di setiap situasi (Mrk. 10:27). Pembaharuan rohani terjadi setiap kali kita menempatkan Allah sebagai yang terutama dalam hidup kita dan sewaktu kita dapat melawan pencobaan yang ada di hadapan kita dengan perbuatan yang benar. (GG)

HIDUP SEBAGAI ORANG YANG BENAR (Belajar dari Habel ***Kej. 4:4-5)


Hidup singkat bukanlah penghambat untuk menjadi orang yang benar. Yang menjadi penghambatnya adalah tidak diambilnya sebuah keputusan untuk itu. Habel adalah contoh terbaik yang pernah ada. Masa hidupnya mungkin hanya 20 s/d 30 tahun saja, tetapi mengapa Tuhan Yesus mengatakan ia hidup sebagai orang yang benar? Bahkan ia masuk salah satu orang beriman yang dicatat dalam Ibrani 11.

Dalam Kejadian 4, Habel dicatat sebagai anak ke-2 dari Adam dan Hawa. Keluarga kecil bahagia yang mengasihi Tuhan. Hal ini dibuktikan dengan terbiasanya mereka mempersembahkan korban kepada Tuhan. Diyakini kebiasaan ini adalah sumbangsih dari Adam dan Hawa dalam mendidik anak-anaknya tentang kasih dan setia Tuhan. Kendati mereka sudah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Tuhan, dengan dibuangnya Adam dan Hawa dari Taman Eden, kerinduan untuk membangun hubungan intim dan pencarian akan Tuhan masih dilakukan oleh mereka. Sayangnya, kerinduan akan Tuhan ini tercoreng dengan tindakan anak pertamanya, yaitu Kain.

Kisah kehidupan keluarga kecil ini dimulai ketika Kain membunuh Habel. Saat itu kakak beradik ini datang kepada Tuhan untuk mempersembahkan hasil pekerjaan mereka. Kain seorang pengusaha tani, sementara Habel pengusaha ternak. Kedua pekerja keras ini sama-sama berhasil mencapai hasil yang maksimal. Sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan, Kain dan Habel membawa persembahannya yang paling terbaik, yaitu hasil sulung dari usaha mereka. Namun, ketika mereka mempersembahkan justru persembahan Habel lah yang diterima, sementara persembahan Kain tidak dihiraukan oleh Tuhan. Kain beranggapan Tuhan tidak adil. Dengan panas hati ia berencana membunuh adiknya sendiri. Dan benar, di tempat yang sudah disiapkan, Kain membunuh Habel dengan kejam.

Banyak penafsir berspekulasi tentang hal ini. Ada yang mengatakan bahwa Tuhan hanya berkenan pada persembahan Habel yang berbentuk binatang, karena ini perlambangan pengorbanan Yesus sebagai Domba Allah yang dikorbankan. Ada juga yang mengatakan bahwa tata cara mempersembahkan persembahan itu yang salah. Harusnya, Kain mencari persembahan yang bisa dibakar agar aroma bakaran itu sampai ke langit dan Tuhan mencium bau yang harum.

Kedua spekulasi ini sangat tidak tepat. Sebab, konteksnya tidak membicarakan tentang jenis persembahan dan bagaimana cara mempersembahkannya. Dalam Ibrani 11:3 dijelaskan bahwa yang membedakan antara Kain dan Habel, bukanlah bentuk persembahan melainkan kualitas sebuah kepercayaan, yaitu iman. Motivasi Habel dalam mempersembahkan persembahan sulungnya didasari oleh gerak dasar hati karena ia sangat mengasihi Tuhan yang ia kenal. Motivasi ini sudah terbentuk sebelum Habel berhasil dalam mengusahakan ternaknya. Artinya, Habel sudah mengasihi dan beriman kepada Tuhan sebelum ia menerima berkat yang melimpah dari Tuhan. Jadi, persembahan sulung yang diberikan Habel hanya bentuk celebration saja. Bagi Habel, mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Tuhan, itulah ibadah yang sejati, seperti apa yang dituliskan Paulus dalam Roma 12:1-2, adalah yang paling utama. Dengan kata lain, Habel lebih memilih menjadi orang yang benar dari pada hanya menikmati segala fasilitas berkat Tuhan yang ia terima.

Sangat berbeda dengan Kain. Cerita ini menjelaskan bahwa hati Kain panas ketika persembahannya tidak diterima. Mungkin kita berkata dalam hati, “Tuhan tidak adil. Apa alasan Tuhan tidak menerima persembahan Kain, padahal mereka sama-sama mempersembahkan buah sulung hasil pekerjaan mereka?” Jawabannya sederhana: Tuhan tahu isi hati dan motivasi manusia yang datang kepada-Nya. Jika peristiwa ini dibalik, persembahan Habel tidak diterima oleh Tuhan, ada kemungkinan bahwa Habel tidak bertindak secara berlebihan seperti kakaknya, Kain. Ia pasti akan bertanya kepada Tuhan mengapa persembahannya tidak diterima. Alasannya, ia mengasihi Tuhan dan hidup sesuai kehendak Tuhan. Untuk itulah, Tuhan Yesus memuji Habel dengan berkata bahwa ia adalah orang yang benar.

Dari kisah ini kita dapat pelajari tentang pusat pendidikan ketaatan. Tuhan menginginkan  semua orang hidup menjadi orang yang benar. Orang yang benar adalah orang yang punya motivasi lurus dalam mempercayai Tuhan. Tidak ada embel-embel tersembunyi di belakangnya. Ia taat kepada perintah Tuhan karena ia mengasihi. Ia taat karena ia beriman. Ia taat karena Tuhan menjadi penguasa tunggal dalam hidupnya. (GG)

Kamis, 08 April 2010

Tunduk Tanpa Menanduk (Ibrani 4:14-5:1-10)



             Berbicara tentang ketaatan, tidak ada yang bisa mengimbangi apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Dengan penuh kesadaran Ia tetap taat ketika diperhadapkan dengan kematian. Ketaatan inilah yang diajarkan-Nya kepada murid-murid-Nya untuk dilaksanakan. Sayangnya banyak dari kita, murid-murid-Nya, yang telah merasakan kasih karunia dari Tuhan sulit untuk merealisasikannya.
              Ketaatan adalah menjalankan sebuah perintah dari “atasan” yang dianggap berotoritas dan dipercayai dengan segenap hati, tanpa tedeng aling-aling. Sama seperti seorang budak belian yang tidak punya hak atas majikannya. Bagi seorang budak, tuannya adalah raja bagi dirinya. Setiap apa yang keluar dari mulut tuannya, itu adalah sebuah hukum wajib untuk dilakukan. Sama halnya kita dengan Tuhan. Ia adalah Raja dari segala raja dan Tuhan dari segala tuan, dan kita adalah hamba yang sudah ditebus dari “cengkraman iblis” menuju terang Tuhan yang ajaib.
Tuhan menginginkan setiap umat-Nya untuk taat kepada-Nya. Realitanya, ketaatan ini sulit kita lakukan karena banyaknya alasan-alasan yang tidak perlu. Alasan-alasan apakah itu? Setidaknya, ada 4 (empat) alasan mengapa kita sulit untuk taat. Pertama, banyaknya pilihan-pilihan. Seseorang sulit untuk taat karena banyaknya sebuah tawaran yang masuk dalam pikirannya mengenai sebuah pilihan. Contoh: di kota Jakarta kemungkinan k/l  ada 1.000 gereja yang tersebar dan berdiri. 40% dari angka itu adalah gereja-gereja besar, yang menawarkan segala fasilitas yang mewah dan nyaman, misalnya: ruang ibadah yang memakai Air Conditioner (AC), adanya snack gratis, bahkan pengkhotbah yang melayani mimbar pun terkadang diimport dari luar negeri. Bukan rahasia umum lagi bahwa banyak jemaat gereja kota Jakarta adalah  Jemaat Ala Resto yang GKJ (Gereja Keliling Jakarta). Tipe jemaat seperti ini boro-boro untuk diajak komitmen, taat kepada gembala sidangnya sendiri saja alahuwallam. Sangat berbeda dengan Yesus. Ayat 14-16 dijelaskan bahwa walaupun Ia adalah Anak Allah, yang mampu dan punya pilihan untuk tidak mau menderita karena Salib, Ia tetap menjalankan perintah Bapa-Nya. Bahkan, ketika Ia dicobai oleh Iblis, Ia memilih untuk taat kepada Allah dan tidak berbuat dosa.
Selanjutnya, belum merasakan kasih karunia Tuhan (ay. 16) adalah alasan kedua mengapa seseorang sulit untuk taat. Maksudnya, banyak dari kita datang dalam Ibadah Gerejawi hanya punya satu motivasi agar telinga kita disenangkan dengan “lelucon-lelucon” khotbah yang disampaikan  di mimbar. Seperti apa yang pernah disampaikan oleh Yesus pada banyak orang yang mengikuti Dia. Yesus menegur dengan keras bahwa banyak orang yang mengikuti Dia karena makanan dan mujizat (kesembuhan), bukan merasakan kasih karunia, yaitu mengenal Tuhan lebih dalam dan benar. Tidak heran, orang seperti ini alih-alih untuk taat, kepercayaannya kepada Tuhan pun perlu dipertanyakan.
Kemudian, alasan kita sulit untuk taat adalah merasa diri kita paling benar. Pasal 5:1-6 menunjukkan ciri-cirinya, yakni: Sulit untuk berubah. Padahal ayat 1 menekankan adanya penyerahan diri dan pengakuan dosa. Sulit untuk memahami orang lain. Padahal, ayat 2-3 menekankan kita sendiri penuh dengan kelemahan. Mencari hormat. Padahal, ayat 4-6 memberikan contoh bahwa Yesus menjadi taat bukan karena mencari hormat, tetapi karena Ia mencintai Allah dengan sepenuh hati.
Tidak menyukai kegiatan gerejawi adalah alasan terakhir mengapa seseorang sulit untuk taat. Kegiatan-kegiatan gerejawi itu adalah Berdoa Bersama, Pendalaman Alkitab, KOMSEL (Komunitas Sel), Pelayanan Misi dan Masyarakat, dll. Baginya, kegiatan gerejawi ini sangat menyita waktu. Tidak ada waktu adalah alasan kosong yang sering diungkapkannya. Sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yesus. Pasal 5:7 memberikan contoh bahwa Yesus selama hidup selalu mempersembahkan doa dengan ratap tangis bagi banyak orang kepada Tuhan, sambil menyerahkan diri-Nya secara total untuk pekerjaan Tuhan.
Setelah menyadari bahwa 4 alasan ini seringkali membuat kita tidak taat pada pemimpin gerejawi, dalam hal ini gembal sidang, dan khususnya Tuhan, marilah kita berubah. Tuhan menginginkan kita taat bagi kemuliaan-Nya. (GG)

Rabu, 07 April 2010

Tekhnik Jitu Menghadapi Masalah Hidup

Setiap orang yang hidup tidak bisa terhindar dari setiap masalah. Lambat atau cepat, dan pasti, masalah itu datang. Tidak peduli Anda orang yang kuat secara fisik atau pun sebaliknya. Namun, hidup itu bukan masalah. Bukan! Anda keliru. Hidup itu anugerah Tuhan. Masalah hidup itu adalah pahe (paket hemat) dari anugerah-Nya. Paket ini membuktikan bahwa Tuhan memberikan kepada kita segudang potensi untuk menyikapi secara jitu setiap masalah hidup yang datang.
Ada banyak masalah hidup. Salah duanya adalah tentang ekonomi—makanan, minuman, pakaian, pekerjaan, karier—dan sakit penyakit. By the way, sedikit sekali masalah kerohanian, seperti tentang kepastian keselamatan, menjadi suatu prioritas hidup banyak orang. Mereka tidak tahu bahwa hidup 70 tahun di bumi adalah gladiresik menuju pada kehidupan yang kekal nantinya.
Ada ungkapan seperti ini: “Dihadapan Tuhan setiap masalah sama. Tidak ada yang besar atau kecil, sama. Yang membedakan adalah bagaimana cara menyikapinya. Itu yang penting.” Saya kira ungkapan ini bukan hanya benar, tapi buueennaarrr. Contohnya Paulus. Ia berkata, “Segala perkara (masalah) dapat kutanggung di dalam Dia (Tuhan Yesus) yang memberi kekuatan kepadaku” (Fil.4:13).
Dalam konteks ini apa masalah Paulus? Menurut sejarah Alkitab, masalah yang paling besar dan menakutkan secara manusiawi adalah ia terancam di hukum mati oleh pemerintahan yang tidak senang akan pertobatannya, apalagi keberanian Paulus memberitakan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Masalah kedua adalah uang. Secara jujur Paulus memang membutuhkan uang agar ia bisa hidup dan tetap memberitakan Injil. Salah satu jemaatnya yang paling setia mendukungnya sebagai church planter adalah jemaat Filipi. Herannya, dalam menghadapi masalah ini Paulus bukan tambah loyo, tetapi ia tetap berdiri teguh dan tidak goyah sedikit pun. Apa rahasianya?
Rahasia pertama ada dalam ayat 11, yakni: Belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Maksudnya, kata “cukup” itu terdefinisi secara tepat. Sebab, kata cukup bagi sebagian orang sangat relative. Ada orang yang berpenghasilan 1 juta perbulan tidak cukup untuk dirinya sendiri. Sementara ada orang yang berpenghasilan 800 ribu per bulan, malah ia bisa membantu orang tuanya di kampung. Jadi, apa yang beda di sini? Bedanya pengelolaan. Mengelola dengan benar penghasilan dengan memilah-milah mana kebutuhan dan mana keinginan. Belajar mencukupkan diri juga berbicara penerimaan hidup kita secara realistis. Tidak sedikit orang memiliki gengsi tinggi dengan menyediakan segala fasilitas agar dirinya dilihat orang mapan. Sayangnya, segala fasilitas itu didasari oleh hutang. Contohnya saja kartu kredit. Kartu kredit adalah gaya hidup hutang zaman sekarang, yang bisa membuat Anda sulit menentukan prioritas. Sampai-sampai saya melihat ada orang bangga punya 8 kartu kredit, di beberapa bank.
Cara jitu kedua dalam menyikapi masalah hidup ada dalam ayat 12, yaitu  mengerti apa itu kekurangan dan apa itu kelimpahan (berlebihan). Di sini dibutuhkan sebuah pengalaman hidup. Ada anak lahir dalam keluarga yang kaya raya. Ia hidup sangat mewah. Saking kayanya, anak ini sudah tidak tahu sopan santun dalam menghormati orang lain. Ia menganggap bahwa semua orang tidak se-level dengan dia. Yang se-level dengan dia adalah orang-orang yang kaya seperti dia, minimal orang itu selebritis yang pernah membintangi opera sabun. Padahal, ia tidak tahu bahwa kedua orangtuanya sudah banting tulang agar bisa kaya raya. Kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, agar bisa sukses dan berkelimpahan harta. Orang seperti ini tidak bisa bertahan dalam penderitaan yang bisa datang kapan saja. Tidak heran, banyak anak orang sukses malah bunuh diri karena tidak bisa menerima orang tuanya yang sudah bangkrut. Ironis bukan?     
Memiliki buah dari pertobatan adalah rahasia ketiga agar kita bisa menyikapi masalah hidup dengan benar. Dalam ayat 17 buah dari pertobatan itu adalah punya hati memberi dan saling bantu. Paulus bukan melihat dari jumlah persembahan (uang) yang diberikan jemaat Filipi untuknya. Tetapi, yang dibanggakan Paulus adalah bahwa jemaat Filipi yang digembalakannya dengan kasih, mengaplikasikan imannya yang bertumbuh. Seluruh jemaat dengan senang hati merelakan sebagian hartanya untuk membatu gembalanya yang melakukan perjalanan misi. Dengan kata lain, persembahan yang berkenan pada Tuhan bukanlah dilihat dari jumlah, tetapi kerelaan hati seseorang itu dalam mempersembahkannya.
Cara jitu terakhir dalam menghadapi masalah hidup adalah bersandar penuh pada kuasa Tuhan. Ayat 19 berkata, “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.” Artinya, Paulus sangat tahu persis bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang setia pada-Nya. Pengalaman hidupnya membuktikannya. Bahkan, dengan berani Paulus mengatakan, “Karena bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan” (Fil.1:21). Halleluyah. (GG)

Iri Hati


Sebuah kotak ditaruh di dalam air dengan sisi bagian atas yang dibiarkan terbuka, agar kepiting-kepiting dapat masuk. Ketika kotak tersebut sudah penuh, maka sisi yang terbuka kemudian ditutup. Inilah tips untuk menangkap kepiting dengan sebuah perangkap. Sebenarnya sebelum kotak itu ditutup, kepiting-kepiting yang masuk bisa keluar kembali. Namun, di saat seekor kepiting itu berusaha keluar, maka yang lainnya akan menariknya turun sehingga tidak ada yang dapat keluar dari kotak tersebut. Akibatnya hidup mereka semuanya berakhir di penggorengan!
Hal yang sama terjadi dengan orang yang memelihara sifat iri hati. Ia tidak akan pernah bisa maju. Ketika ada orang lain ingin maju, maka ia akan berusaha menghalangi dan menggagalkannya dengan berbagai cara. Rasa iri hati sebenarnya bersumber dari kesombongan, yaitu perhatian yang hanya berpusat pada diri sendiri.
Iri hati adalah keadaan hati yang merasa tidak bisa, tidak suka atau tidak senang melihat keberadaan orang lain yang lebih baik dari keberadaan diri sendiri, baik dalam hal keberadaan jasmani, materi, kelebihan mental, pergaulan, kedudukan yanglebih tinggi maupun dalam hal-hal yang rohani. Misalnya, seorang ibu rumah tangga merasa iri hati kepada ibu yang lain, karena ibu ini memiliki perhiasan emas berlian yang mahal, sedangkan ia sendiri hanya memiliki perhiasan yang imitasi. Atau, seorang remaja putri yang iri kepada temannya karena temannya itu memiliki wajah yang manis dan banyak disukai oleh remaja pria saat itu. Dan masih banyak contoh sehari-hari yang sering kita lihat.
Ingatlah, iri hati bisa menghinggapi baik anak-anak maupun orang dewasa; baik pria maupun wanita; baik orang desa atau kota; baik orang sederhana maupun oran yang terpelajar; baik orang awam maupun kaum rohaniawan yang melayani di gereja. Bahkan Alkitab menjelaskan, ada orang-orang yang iri kepada orang-orang berdosa yang nampaknya hidupnya lebih beruntung dan bahagia, memiliki segala sesuatu tetapi sebenarnya semua itu hasil perbuatan dosa. Misalnya, korupsi, perdagangan yang licik, usaha yang menipu, judi, dll. Ada juga orang-orang yang iri kepada orang jahat, seperti iri pada orang yang kedudukan atau posisi orang tertentu karena terlihat enak jika menjadi orang yang berkuasa.
Sadar atau tidak, penyakit iri ini berkembang sangat cepat dan berbahaya. Bermula dari perasaan IRI di dalam hati, timbul perasaan TIDAK SENANG, lalu berlanjut pada perasaan BENCI. Jika seseorang yang memendam perasaan iri mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu terhadap orang yang ia irikan, maka perasaan benci itu bisa berlanjut kepada dosa yang lebih para lagi, menjadi MARAH bahkan bisa sampai kepada terjadinya PEMBUNUHAN, baik fisik, maupun PEMBUNUHAN KARAKTER.
Beberapa contoh dalam Alkitab. Pertama, Kain yang merasa iri kepada Habel, adiknya. Akibatnya, terjadi pembunuhan fisik yang dilakukan oleh Kain (Kej. 4:3-8). Kedua, saudara-saudara Yusuf. Ketika Yusuf mendapatkan visi Tuhan yang besar, saudara-saudaranya iri, kemudian merencanakan pembunuhan, sampai Yusuf pun dijual dan menderita (Kej. 37:20). Ketiga, Saul. Ia iri kepada Daud yang berhasil mengalahkan musuh-musuhnya yang berlaksa-laksa. Sementara Saul hanya beribu-ribu musuh. Akibatnya, hati Saul menjadi marah sehingga ia berusaha membunuh Daud. Keempat, Imam-Imam Kepala Bait Allah yang iri kepada Yesus karena kuasa dan charisma yang Yesus lakukan ketika Ia mengajar dan menyembukan orang sakit. Akibatnya, terjadi pembunuhan berencana yang mengakibatkan Yesus tersiksa dan di hukum mati. (GG)

AKU DAN SEISI RUMAHKU BERIBADAH KEPADA TUHAN (Yosua 24:1-28)


Judul yang kita baca adalah suatu komitmen. Komitmen adalah deklarasi (pernyataan tegas) atas keinginan dan janji yang harus dipenuhi dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang dikatakan, bisa dalam bentuk ucapan verbal ataupun nonverbal (tertulis). Komitmen lahir dari dasar atau kesiapan hati yang benar dan tulus untuk memilih apa yang harus diperbuat atau dilaksanakan. Dalam konteks ini kesiapan hati yang benar untuk memilih apa yang harus diperbuat ditegaskan oleh Yosua pada Bangsa Israel. Yosua menyerukan kepada bangsanya untuk memilih 2 (dua) opsi secara tegas, beribadah kepada YHWH atau Ilah-ilah lain. Pilihan Yosua secara pribadi jatuh pada opsi pertama, yaitu memilih beribadah kepada YHWH yang juga diikuti oleh Bangsa Israel, yang diwakilkan oleh tua-tua saat itu.
Kesiapan hati yang benar untuk memilih apa yang harus diperbuat biasanya lahir dari beberapa latar belakang pengalaman. Yosua mendasarkan komitmennya pada Tuhan didasarkan pada pengalaman yang pernah ia lihat dan rasakan. Ia melihat bahwa perjanjian yang telah dideklarasikan Tuhan pada Abraham agar keturunan Abraham mendapat berkat benar-benar direalisasikan oleh Tuhan sampai pada generasinya yang mendapat Tanah Perjanjian. Untuk itu, Yosua berkata, ”Tetapi Aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan (Yos. 24:15).”
Dari penegasan komitmen Yosua, yang merupakan pembaharuan perjanjian di Sikhem ini, saya menemukan ada 4 (empat) alasan mengapa Yosua dapat dengan tegas dan yakin bahwa takut akan Tuhan dan beribadah kepada-Nya dengan tulus dan setia merupakan komitmen yang tidak salah dan tidak mengecewakan, sesuai dengan pengalamannya. Alasan-alasan tersebut adalah:
Kedasyatan Perbuatan Tuhan (ay. 1-12)
Pembaharuan perjanjian di Sikhem ini dimulai dari bagaimana awalnya Tuhan memilih Bangsa Israel sebagai umat-Nya. Yosua menceritakan bagaimana kedasyatan perbuatan Tuhan atas Abraham, memilih Ishak sebagai Anak perjanjian, Yakub, penyelematan Bangsa umat Tuhan dari perbudakan Mesir, penyertaan Tuhan di padang gurun, sampai mereka merebut Tanah Perjanjian yang dipimpinnya. Semua dilakukan oleh tangan Tuhan yang dahsyat dan bukan dari kekuatan manusia (ay. 13). Pengalaman ini membuktikan bahwa tidak ada Tuhan yang dahsyat seperti Allah. Yosua telah melihat keajaiban demi keajaiban dan penyertaan Tuhan yang begitu sempurna sampai pada berakhirnya masa kepemimpinannya sebagai pengganti Musa saat itu.
Kepastian Masa Depan (ay. 13)
Perbuatan Tuhan yang dahsyat terhadap umat Pilihan Allah ini menghasilkan suatu keyakinan dalam diri Yosua bahwa bersama dengan Tuhan ada kepastian masa depan yang tidak mengecewakan. Dalam ayat 13 Yosua mengatakan bahwa seluruh Tanah perjanjian yang sudah disampaikan oleh Tuhan pada Abraham telah dinikmati oleh Bangsa Israel. Tanah yang penuh dengan susu, madu, subur dan menghasilkan buah-buah yang segar bahkan kota yang megah dan kubu-kubu (benteng) pertahanan yang kuat sudah ada di tangan mereka tanpa bersusah payah mencari dan membangunnya. Benarnya apa yang dikatakan Yeremia, Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yer. 29:11)”. Tuhan Yesus juga mengatakan, ”Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan (Yoh. 10:10).”
Kerinduan Tuhan pada Umat-Nya (ay. 14-15)
Kepastian masa depan yang penuh dengan harapan dan hidup dengan segala kelimpahan bukanlah hal yang utama yang paling ditekankan oleh Yosua. Semua pengalaman berkat itu harus sebagai tanda untuk menyadarkan pikiran dan hati bahwa takut akan Tuhan, beribadah kepada-Nya dengan tulus, ikhlas dan setia dengan menjauhkan segala ilah-ilah lain dalam hidup merupakan keinginan dan kerinduan Tuhan atas umat pilihan-Nya. Tuhan rindu bahwa berkat dan kelimpahan itu tidak menjadi bumerang bagi Bangsa Israel untuk lupa terhadap kebaikan Tuhan. Ironisnya, setelah Yosua mangkat Bangsa Israel kembali menyembah berhala dan meninggalkan Tuhan (Hak. 2:6-23).
Ketidaktaatan Menghasilkan Hukuman (ay. 19-20)
Alasan keempat Yosua untuk mengambil komitmen bersama dengan Tuhan seumur hidupnya didasarkan pada pengalaman hukuman yang dijatuhkan oleh Allah sebagai bentuk ketidak-taatan. Ketidak-seriusan hidup di dalam Tuhan adalah tindakan yang sangat fatal yang akan mengakibatkan murka Allah. Yosua mengatakan bahwa Allah yang Cemburu tidak akan mengampuni kesalahan dan dosa pada orang yang meninggalkan Tuhan. Yosua meyakini bahwa lebih baik tidak mengenal Tuhan sama sekali daripada mengenal Tuhan namun hidup yang tidak memiliki keseriusan di dalam Tuhan. Hal ini sesuai dengan ilustrasi yang mengatakan, ”panaslah jika hendak panas dan dinginlah jika hendak dingin dan jangan suam-suam kuku.” Ibrani 10:31 mengingatkan, ”Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.” Soli Deo Gloria. 
Komitmen lahir dari dasar atau kesiapan hati yang benar dan tulus untuk memilih apa yang harus diperbuat atau dilaksanakan.

ORANG KAYA SUKAR MASUK SORGA, BENARKAH...???


       Mat. 19:16-26; Mrk. 10:17-27; Luk..18:18-27
Apakah orang kaya sukar masuk Sorga? Mungkin saya menganjurkan Anda untuk tidak menjawab dahulu pertanyaan ini karena pertanyaan ini riskan untuk dijawab. Dikatakan begitu karena mungkin Anda salah satu dari orang kaya. Atau, Anda orang miskin yang tidak punya hak untuk menjawabnya karena tidak berhubungan sama sekali dengan Anda. Namun, suka atau tidak suka pertanyaan ini harus dijawab sebab tema sharing firman ini sudah terlanjur diambil.
Apa yang dimaksud dengan orang kaya? Ternyata, pengertian orang kaya sangat kompleks dan ambigu (memiliki banyak pengertian), bahkan bias. Artinya, tidak memiliki makna/arti yang pasti. Contoh, ada orang yang memiliki rumah satu, mobil satu, istri satu, dan semua serba satu merasa miskin karena temannya memiliki serba dua. Padahal dirinya dapat dikatakan kaya jika dilihat dari orang yang sama sekali tidak memiliki serba satu dan hanya mempunyai ‘setengah.’ Begitu seterusnya. Dengan kata lain pengertian kaya itu sangat relative. So, Anda pun bisa dikatakan orang kaya dan juga orang miskin. Menurut pengertian saya, boleh setuju atau tidak, seseorang dikatakan kaya adalah dirinya memiliki lebih dari apa yang ia perlukan dalam 1(satu) hari. Artinya, ada kelebihan dalam memenuhi kebutuhannya dalam 1 hari. Cukup untuk minum, makan, dan pakaian. Pengertian ini juga bisa relative jika Anda memenuhi kebutuhan Anda dengan gaya hidup yang high class. Makan dengan ala resto, minum dengan ala café, dan pakaian dengan ala versace.
Jenis orang kaya yang datang kepada Tuhan Yesus ternyata orang yang memiliki banyak harta. Itu berarti ia bukan hanya memiliki lebih tetapi sudah ’melimpah ruah.’ Ia datang kepada Yesus dengan bertanya bagaimana caranya agar iamemperoleh hidup yang kekal. Yesus menjawab dengan bertanya apakah ia telah melakukan perintah Tuhan atau tidak. Orang Muda yang kaya ini menjawab dengan pasti bahwa semua yang dikatakan Yesus sudah ia lakukan. Namun, yang membuat orang kaya ini tidak sanggup melakukan apa yang dianjurkan oleh Yesus adalah ia diminta untuk menjual segala hartanya, membagi-bagikannya kepada orang miskin, dan mengikut Yesus untuk melayani. Mendengar jawaban ini orang muda yang kaya itu pergi meninggalkan Yesus. Dan, Yesus pun berkata, “lebih mudah unta masuk ke dalam lubang jarum daripada orang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah (sorga).” Sampai dengan konteks ini, pertanyaan apakah orang kaya sukar masuk sorga sudah dapat terjawab? Mari kita lihat apa yang menjadi persoalan orang muda kaya ini sehingga ia sulit menjalani apa yang dianjurkan Yesus agar ia perbuat.
Saya melihat persoalan yang utama dari orang ini bukanlah terletak dari banyaknya harta yang ia miliki, akan tetapi persepsi (pola pikir) yang salah terhadap arti dari kehidupan yang kekal. Persepsi yang salah tersebut terlihat dari 3 (tiga) motivasi, yakni: Pertama, Lebih Mementingkan Perbuatan Baik daripada Pribadi Yesus Sendiri (Luk. 18:20). Anggapan orang kaya ini tentang perintah Tuhan hanya berdasar pada sebagian dari Hukum Taurat mengenai mengasihi sesamanya saja. Padahal, mengasihi sesama harus singkron dengan mengasihi Allah. Sangkanya perbuatan baik dengan tidak membunuh, tidak berzinah dll dapat membeli dan menggantikan pribadi Tuhan Yesus sendiri. Paulus menganggap bahwa perbuatan baik bukanlah tidak penting, akan tetapi pengenalan pribadi Kristus sendiri itulah yang lebih mulia. (Fil. 3:8-14).Kedua, Lebih Mementingkan Hidup Sementara daripada Hidup yang Kekal dan Sempurna (Mat. 19:21). Anggapan yang kedua dari orang kaya ini adalah hidup penuh dengan kelimpahan harta merupakan hidup yang sebenarnya dan sempurna. Padahal, kesempurnaan terletak dari kehidupan yang ada di dalam Kristus, yaitu harta di sorga yang kekal dan tidak dapat binasa (bdk. Luk. 12:13-21). Ketiga, Lebih Mentuhankan Mammon daripada Allah sendiri (Mrk. 10:22). Sangat jelas terlihat bahwa orang kaya ini tidak mengasihi Allah. Buktinya, ia mentuhankan Mammon (uang, harta) dari pada Yesus sendiri. Harta yang banyak telah menghalangi dirinya untuk bertemu dan mengikut Tuhan Yesus. Jadi, apakah orang kaya sukar masuk ke sorga? Anda yang bisa menjawabnya.  (GG)

Selasa, 06 April 2010

Kekuatan Sebuah Penyerahan Diri

     Karya Jerry White yang berjudul The Power of Commitment adalah inspirasi dari tulisan ini. White begitu jelas memaparkan tentang sebuah kuasa dari penyerahan diri yang harus diputuskan oleh mereka yang mengaku dirinya orang Kristen. Penyerahan diri pada kehidupan pribadi, rohani, dan sampai bagaimana cara mempraktekkannya. Namun, dalam tulisan ini tidaklah membahas seluruh apa yang dipaparkan White. Di sini saya mencoba mempertajam kembali kekuatan sebuah penyerahan diri yang dilakukan Yesus pada Allah, di mana Ia harus mengambil keputusan untuk menggenapi big plane keselamatan yang sudah dirancangkan jauh sebelum Yesus menjadi manusia.
     Di dalam Alkitab penyerahan diri dapat didefinisikan dalam beberapa istilah, yaitu  “bernazar”, “memutuskan”, “memilih”, “berjanji”, “menyerahkan (diri secara utuh kepada).” Dalam konteks yang dilakukan oleh Yesus ketika Ia berdoa di Taman Getsemani—sebelum kematian-Nya—penyerahan diri Yesus adalah “menyerahkan seluruh kepenuhan-Nya sebagai Tuhan dan Manusia Sejati pada Bapa-Nya untuk mati dan memberikan nyawa-Nya. Yesus mengatakan, “Ya Bapa-Ku, Jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Kalimat permintaan ini diajukan oleh Yesus pada Bapa-Nya sampai 3x. Kendati sampai 3x Yesus mengajukan penawaran untuk pending terhadap rencana Allah Bapa, Ia tetap memutuskan untuk memberikan hak preogatif Bapa terhadap diri-Nya. Inilah yang saya katakan kekuatan sebuah penyerahan diri. Yaitu, menyerahkan diri secara total pada kehendak Allah tanpa ada argumentasi dan mempertahankan hak. Maksudnya, jika Yesus mau, Ia dapat membatalkan rencana Allah untuk tidak “meminum cawan” kematian-Nya. Ia bisa saja memusnahkan dunia ini dengan api dan belerang, seperti Sodom dan Gomorah. Akan tetapi, Yesus tidak melakukan itu. Ia menyerahkan diri secara mutlak pada Allah hanya karena kita, manusia berdosa (Gal. 1:4)
     Kekuatan kedua dari sebuah penyerahan diri adalah berkaitan dengan iman. Ini merupakan dampak dari keputusan total Yesus. Iman, pisteou yang dapat diterjemahkan sebagai dasar dari pengharapan merupakan pemberian Allah. Efesus 2:8 mengatakan, “Sebab karena KASIH KARUNIA kamu diselamatkan oleh IMAN; itu bukan HASIL USAHAmu, tetapi PEMBERIAN ALLAH.” Artinya, tanpa adanya penyerahan diri tidak ada kepercayaan. Iman adalah kepercayan yang diberikan oleh Allah untuk semua manusia yang memandang salib Kristus. Sederhananya, manusia berdosa harus menanggapi kepercayaan itu dengan menyerahkan dirinya secara total kepada Tuhan jika ia hendak diselamatkan.
     Kesetiaan untuk tidak berpaling pada Allah adalah kekuatan ketiga dari sebuah penyerahan diri. Kesetiaan adalah dengan terus menerus untuk tetap mempertahankan sebuah hubungan yang harmonis, dengan cara menyenangkan “Sang Kekasih” kita, yaitu Yesus Kristus. Hal inilah yang dilakukan oleh Yesus ketika Bapa-Nya meminta Diri-Nya untuk menjadi DOMBA PASKAH ALLAH yang akan dikorbankan. Yesus memilih untuk setia dan mentaati-Nya sebagai bentuk cinta-Nya kepada Bapa. Contoh inilah yang diberikan Yesus kepada kita untuk tetap setia dan menjadi kekasih-kekasih yang terus menerus menantikan SANG MEMPELAI LAKI-LAKI. (GG)

Hidup Dalam Kirbat Yang Baru (Matius 9:14-17)


     Alkitab adalah catatan yang lengkap dalam membahas tentang kehidupan manusia. Ada yang sangat jelas dibahas, ada pula memakai sebuah tipologi (tipe/lambang). Contoh: Yesus dilambangkan seperti Singa dari Yehuda. Sama hal dengan iblis yang dilambangkan seperti singa yang mengaum-aum mencari mangsa. Apakah Yesus dan iblis sama derajatnya? Tentu kita harus hati-hati dalam menafsirkannya. Yesus tidak sama dengan iblis. Ini hanya tipologi. Yesus dilambangkan seperti singa karena binatang ini adalah raja hutan yang tak terkalahkan. Artinya, Ia tak terkalahkan. Sedangkan iblis seperti singa yang mengaum-aum artinya, ia mengintai bagi siapa saja yang tidak berjaga-jaga akan menjadi mangsanya.
     Salah satu tipologi yang dibahas di sini adalah KIRBAT. Tempat, seperti kantong, kulit ini pertama kali disebutkan dalam kisah Abraham. Saat itu Abraham mengusir Hagar (gundiknya) dan Ismael untuk pergi jauh meninggalkannya, sambil membawa perbekalan hidup, salah satunya adalah kirbat (Kej. 21:14). Diketahui bahwa fungsi kantong ini dipakai untuk menyimpan 3 jenis minuman. Yakni: air, anggur dan susu (1 Sam.1:24). Dalam Matius 9:14-17 kantong kulit ini kembali dibahas oleh Yesus. Namun, dalam pembahasannya Yesus tidak sekadar menyatakan fungsi kirbat itu sendiri, melainkan ada makna yang mendalam untuk dicermati. Sebab, tipologi ini dikaitkan dengan tentang bagaimana murid-murid-Nya memahami tentang makna puasa.
     Jika kita membaca secara seksama, Yesus hendak mengatakan bahwa murid-murid-Nya tidak perlu berpuasa karena Ia masih ada bersama-sama dengan mereka. Artinya, selama Yesus belum menyelesaikan misi-Nya untuk mati di Kalvari, semua perbuatan baik manusia yang sifatnya askese (tindakan penyucian diri) adalah bentuk kemunafikan di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena manusia sudah berdosa dan kehilangan kemuliaan Tuhan. Untuk itu Yesus melanjutkan, “Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” Artinya, Yesus akan dibunuh, mati, mencurahkan darah-Nya untuk tebus dosa manusia. Pada hari ke-3 bangkit dan naik ke sorga, itulah makna dari diambilnya mempelai laki-laki (gambaran Yesus) dari dunia ini. Pada saat misi ini selesai, barulah semua murid berpuasa. Artinya, saatnya para murid ‘mempuasakan’ (berubah secara total) hidupnya dari segala dosa karena Tuhan telah mencurahkan pengampunan-Nya.
     Mempuasakan diri dari segala dosa ini ditipologikan Yesus dengan kirbat yang disinggung di atas. Yesus mengatakan bahwa hidup manusia yang penuh dengan dosa seperti sebuah kantong kulit (kirbat) yang tua dan sobek. Kantong ini tidak dapat menampung anggur yang baru, melambangkan kehidupan Yesus itu sendiri. Jadi, harus kirbat yang baru—kehidupan manusia yang sudah menerima keselamatan dan lahir baru—yang dapat menampung Anggur yang Baru (Tuhan Yesus). Dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya. Dengan kata lain, dalam konteks ini ada 3 makna yang perlu dipertegas:
     Pertama, Anggur Baru tidak akan pernah bersatu dalam kirbat yang lama. Artinya, Yesus tidak akan dapat diam dan hidup dalam kehidupan lama kita yang penuh dengan dosa, manipulasi dan kemunafikan. Jika hal ini dipaksakan, maka akibatnya kirbat itu akan rusak. Artinya, hidup kita akan babak belur dalam mengikuti Tuhan. Grafik kehidupan kita bukan tambah naik, tetapi stagnasi bahkan terus menurun. Kita bahkan menginjak-injak Roh kasih karunia seperti penjelasan Ibrani 10:26-31.
     Yang kedua, kirbat yang baru akan terpelihara dengan Anggur Baru. Di sini ada sinergisitas. Artinya, kehidupan dalam kelahiran baru akan terus dipelihara oleh Tuhan. Bahkan, sinergisitas (hubungan timbal-balik) seperti ayah dan anak akan terjalin dalam hidup kita. Untuk itu, Yesus mengajarkan tentang doa Bapa Kami kepada kita semua.
     Terakhir, kirbat yang baru melambangkan sebuah penghiburan. Mzm 56:8-9 menjelaskan tentang penderitaan Daud akibat dirinya ditangkap oleh orang Filistin. Daud sangat percaya bahwa sumber pertolongannya hanya pada Tuhan. Bahkan, Tuhan sudah menampung airmatanya di Kirbat Tuhan. Artinya, bahwa Tuhan dapat kita andalkan. Ketika kita sedih, Ia hiburkan. Ketika susah, Ia beri damai sejahtera. Ketika lemah, Ia kuatkan. Bahkan, ketika kita jatuh, Ia beri kekuatan untuk bangkit dan menjadi pemenang.
     Singkatnya, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan yang baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Halleluyah. (GG)

Tiada Yang Mustahil Bagi Allah (Lukas 1:38)


Sungguh! Pribadi Yesus merupakan sebuah kontroversial dari abad ke abad. Tidak ada isu yang menarik tanpa mempertanyakan kepribadian Yesus sebagai Allah. Josh McDowell, dalam bukunya Siapakah Yesus Kristus pernah menuliskan pengalaman pribadinya tentang bagaimana banyak orang mempertanyakan iman Kristen. Paling banyak orang—yang diyakini atheis—bertanya mengapa Yesus dapat dikatakan sebagai Tuhan, sementara kelahiran-Nya pun tidak masuk akal. Bahkan lebih ekstrim lagi  Yesus  dianggap sebagai “orang gila” yang mengaku-aku Tuhan itu sendiri.

Kontroversial terakhir yang paling spektakuler adalah penyelidikan Don Brown dan ditemukannya Makam Yesus oleh para arkeolog. Buku fiksi yang dianggap Brown sebagai fakta menyimpulkan bahwa Yesus pernah menikah dan memiliki beberapa anak dari Maria Magdalena, sang pelacur yang terus mengiringi Yesus dalam pelayanan-Nya. Sementara Makam yang ditemukan oleh para arkeolog menyimpulkan bahwa Yesus tidak pernah  bangkit, karena tulang belulangnya masih ada. Artinya, dua kesimpulan ini menyatakan Yesus bukan Tuhan dan tidak pernah bangkit, seperti diyakini oleh iman Kristen di seluruh dunia.

Dua kontroversial ini hanya bisa dijawab dengan kalimat, “Tiada yang mustahil bagi Allah.” Anda mungkin berpikir, “sesederhana itukah?” Jawaban saya: “Ya”, sebab Alkitab yang menyatakannya. Alkitab adalah dokumen yang sangat tua, yang telah teruji oleh sejarah menjelaskan minimal 3( tiga) kemustahilan (supranatural) yang diperbuat oleh Tuhan bagi manusia, apalagi berkaitan dengan kepribadian Yesus sebagai Allah 100% dan Manusia 100%.

Pertama, adalah kelahiran Yesus. Ia lahir dari kandungan Maria yang sangat kudus. Dikatakan kudus karena sama sekali tidak ada persetubuhan antara Maria dengan Yusuf, tunangannya. Bahkan Alkitab menjelaskan  Yesus berasal dari Roh Kudus. Jadi, kandungan Maria hanya sebagai alat Tuhan untuk melahirkan Yesus. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Itulah yang dikatakan oleh Malaikat Gabriel, “Tidak ada yang mustahil bagi Allah” (Luk. 1:38). Artinya, jika Tuhan dapat menciptakan bumi dan segala isinya hanya dengan sebuah kalimat, “Jadilah” maka semua jadi, masakan untuk menjadi manusia Ia tidak bisa lakukan? Hal yang sangat bodoh untuk tidak mempercayainya.

Kebangkitan Yesus dari kubur adalah hal supranatural kedua yang dilakukan oleh Tuhan. Alkitab berkata kubur itu kosong (Mat. 28:1-10; Mrk. 16:1-8; Luk. 24:1-12; Yoh. 20:1-10). Fitnah yang dikatakan Mahkamah Agama mengenai jasad Yesus yang dicuri oleh para murid sangat tidak berasalan. Jika kita baca keempat pasal di atas, bahwa kubur Yesus dijaga sangat ketat, bahkan ada materai –sebagai legitimasi—bahwa kubur Yesus milik Pilatus, tidak bisa diganggu gugat. Bukti kedua Yesus bangkit adalah Ia menampakkan Diri-Nya selama 40 hari kepada para murid, dan saat Ia naik ke sorga disaksikan lebih dari puluhan orang yang melihat Dia. Dari bukti ini bisa simpulkan bahwa penemuan arkeolog tentang Makam Yesus dengan tulang belulangnya TIDAK BENAR, apalagi FIKSI yang dituliskan oleh Brown, SANGAT TIDAK BENAR.

Satu yang terakhir yang lebih spektakuler yang dilakukan oleh Tuhan adalah kedatangan-Nya yang sangat dahsyat. Film 2012 yang bombastis—yang dicekal untuk diputar di Indonesia karena meresahkan masyarakat--saja sudah menjadi bukti betapa menakutkannya bila Yesus datang kedua kalinya. Saya meyakini bahwa film 2012 bukanlah gambaran yang sebenarnya, akan tetapi akan terjadi lebih dahsyat dari itu. Semua orang akan tidak berdaya ketika Sangkakala Tuhan berbunyi, dan Yesus Kristus berada di awan-awan menjemput umat-Nya yang setia. Dan itu semua sangat tidak lazim. Untuk itulah Alkitab berkata, “TIADA YANG MUSTAHIL BAGI ALLAH.” (GG)

MENARA BABEL MASA KINI (Menjadi Gereja Tradisi atau Gereja Missioner )


Tuhan Yesus adalah Kepala Gereja. Jika Ia yang menjadi Kepalanya berarti masa depan gereja ada dalam rancangan-Nya sendiri. Gereja dibentuk-Nya dengan blueprint yang sesuai dengan apa yang sudah ditentukan-Nya. Blueprint tersebut adalah menjadi terang bagi kegelapan dunia ini. Blueprint ini sesuai dengan arti kata gereja, eklesia yaitu orang-orang yang ditebus oleh Tuhan dari kegelapan dunia menuju pada terang Tuhan yang ajaib. Artinya, dipanggil dari kegelapan kepada terang Tuhan untuk menjadi terang Ilahi bagi kegelapan dunia ini.

Namun sayangnya, blueprint gereja ini sudah mengalami degradasi nilai. Gereja yang menjadi momentum karya Roh Kudus bagi dunia sudah menjadi monumental yang sifatnya statis—gereja yang diartikan sebagai bentuk monument gedung yang megah dengan segala fasilitasnya. Para pemimpin gereja yang Tuhan percayakan berjibaku untuk mengedepankan monumental ini daripada momentum kegerakan Roh Kudus untuk menjangkau yang belum terjangkau. Sifat ini menjadi kebiasaan turun-temurun sampai sekarang. Sampai-sampai ada isu santer terdengar bahwa gereja telah menjadi bisnis yang menguntungkan, dan menjadi ‘suatu kerajaan yang turun temurun.’ Karena tradisi ini, gereja sibuk untuk membenahi apa yang belum terbenahi. Atau, melengkapi segala fasilitas untuk kenikmatan bagi jemaatnya sendiri, tanpa menyadari tugasnya sebagai ambassador Allah bagi dunia.

Tidak heran, di belahan Benua Eropa gereja tradisi yang sifatnya monumental ini telah mati. Sudah menjadi rahasia umum banyak gereja di Benua Eropa, khususnya Inggris dan Amerika sudah dijual menjadi perpustakaan, ruang pertemuan, sekolah untuk umum, bahkan ada yang dijual untuk diskotik dan rumah ibadah Kaum Kedar. Padahal, kegerakan Roh Kudus yang dahsyat pernah terjadi di benua ini. Apa yang salah di sini? Apakah Tuhan tidak bertanggung jawab pada gereja-Nya sendiri? Dalam hal ini bukan Tuhan yang harus dipersalahkan. Sejak semula blueprint Allah telah menjadikan gereja sebagai ambassador­-Nya bagi dunia. Menurut Dr. Kim Jong Kuk, ada 10 (sepuluh) penyebab mengapa gereja misioner menjadi gereja tradisi, yang saya simpulkan menjadi 7 (tujuh) keegoisan gereja masa ini.

Pertama, gereja sibuk dalam berbagai kegiatannya sendiri. Dengan kata lain, gereja sudah menikmati zona nyaman dengan sibuk untuk mengurus kepentingan pribadinya sendiri daripada kepentingan Tuhan bagi dunia. Prioritas gereja hanya apa yang perlu bagi jemaatnya, daripada apa yang dibutuhkan oleh jiwa-jiwa yang terhilang. Kedua, gereja sibuk dengan konflik-konflik intern yang terus menerus tanpa ada penyelesaian kedewasaan yang matang bagi jemaatnya. Ketiga, program gereja, terutama program penjangkauan jiwa-jiwa hanya ada dalam daftar yang tercatat di atas kertas, tanpa ada realisasi yang jelas. Keempat,  gereja telah hidup dalam dunia hedonism, yaitu menganjurkan kepada jemaat untuk berkorban, namun biasanya hanya untuk kepentingan kenyamanan jemaatnya itu sendiri, daripada kepentingan misi Tuhan yang lebih besar. Kelima, gereja telah menjadi hakim bagi jiwa-jiwa yang harus diselamatkan. Artinya, gereja hanya membatasi misi yang sifatnya menurut geografis, tanpa melihat misi dalam kerangka yang sifatnya holistis. Keenam,  tidak ada keinginan gereja untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga misi dunia. Ketujuh, gereja sibuk dengan ‘sebuah gerombolan orang-orang’ yang sukar untuk dimuridkan, apalagi untuk diutus bagi jiwa-jiwa yang terhilang.  

Di mana posisi gereja kita sekarang ini? Apakah kita sibuk dengan urusan gereja kita terus-menerus, atau kita melihat momentum kegerakan Allah bagi umat manusia? Jangan sampai gereja kita berakhir seperti “Menara Babel” yang dihancurkan Allah karena kita selalu memonumentalkan sebuah momentum kegerakan Allah bagi dunia ini. Ingat, Alkitab pernah menegaskan bahwa “akhir dunia ini sudah dekat.” Dan sekarang ini, akhir dunia ini bukan hanya sudah dekat, melainkan sudah semakin dekat sekali. Menurut catatan saya 98% umat manusia di bumi ini pasti sudah pernah mendengar tentang Yesus dan karya-Nya (Injil). Itu berarti tinggal 2% saja yang belum mendengar. Artinya, jika semua orang sudah mendengar Injil, Tuhan Yesus pasti datang menjemput umat-Nya yang setia.(GG)