Hidup singkat bukanlah penghambat untuk menjadi orang yang benar. Yang menjadi penghambatnya adalah tidak diambilnya sebuah keputusan untuk itu. Habel adalah contoh terbaik yang pernah ada. Masa hidupnya mungkin hanya 20 s/d 30 tahun saja, tetapi mengapa Tuhan Yesus mengatakan ia hidup sebagai orang yang benar? Bahkan ia masuk salah satu orang beriman yang dicatat dalam Ibrani 11.
Dalam Kejadian 4, Habel dicatat sebagai anak ke-2 dari Adam dan Hawa. Keluarga kecil bahagia yang mengasihi Tuhan. Hal ini dibuktikan dengan terbiasanya mereka mempersembahkan korban kepada Tuhan. Diyakini kebiasaan ini adalah sumbangsih dari Adam dan Hawa dalam mendidik anak-anaknya tentang kasih dan setia Tuhan. Kendati mereka sudah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Tuhan, dengan dibuangnya Adam dan Hawa dari Taman Eden, kerinduan untuk membangun hubungan intim dan pencarian akan Tuhan masih dilakukan oleh mereka. Sayangnya, kerinduan akan Tuhan ini tercoreng dengan tindakan anak pertamanya, yaitu Kain.
Kisah kehidupan keluarga kecil ini dimulai ketika Kain membunuh Habel. Saat itu kakak beradik ini datang kepada Tuhan untuk mempersembahkan hasil pekerjaan mereka. Kain seorang pengusaha tani, sementara Habel pengusaha ternak. Kedua pekerja keras ini sama-sama berhasil mencapai hasil yang maksimal. Sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan, Kain dan Habel membawa persembahannya yang paling terbaik, yaitu hasil sulung dari usaha mereka. Namun, ketika mereka mempersembahkan justru persembahan Habel lah yang diterima, sementara persembahan Kain tidak dihiraukan oleh Tuhan. Kain beranggapan Tuhan tidak adil. Dengan panas hati ia berencana membunuh adiknya sendiri. Dan benar, di tempat yang sudah disiapkan, Kain membunuh Habel dengan kejam.
Banyak penafsir berspekulasi tentang hal ini. Ada yang mengatakan bahwa Tuhan hanya berkenan pada persembahan Habel yang berbentuk binatang, karena ini perlambangan pengorbanan Yesus sebagai Domba Allah yang dikorbankan. Ada juga yang mengatakan bahwa tata cara mempersembahkan persembahan itu yang salah. Harusnya, Kain mencari persembahan yang bisa dibakar agar aroma bakaran itu sampai ke langit dan Tuhan mencium bau yang harum.
Kedua spekulasi ini sangat tidak tepat. Sebab, konteksnya tidak membicarakan tentang jenis persembahan dan bagaimana cara mempersembahkannya. Dalam Ibrani 11:3 dijelaskan bahwa yang membedakan antara Kain dan Habel, bukanlah bentuk persembahan melainkan kualitas sebuah kepercayaan, yaitu iman. Motivasi Habel dalam mempersembahkan persembahan sulungnya didasari oleh gerak dasar hati karena ia sangat mengasihi Tuhan yang ia kenal. Motivasi ini sudah terbentuk sebelum Habel berhasil dalam mengusahakan ternaknya. Artinya, Habel sudah mengasihi dan beriman kepada Tuhan sebelum ia menerima berkat yang melimpah dari Tuhan. Jadi, persembahan sulung yang diberikan Habel hanya bentuk celebration saja. Bagi Habel, mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Tuhan, itulah ibadah yang sejati, seperti apa yang dituliskan Paulus dalam Roma 12:1-2, adalah yang paling utama. Dengan kata lain, Habel lebih memilih menjadi orang yang benar dari pada hanya menikmati segala fasilitas berkat Tuhan yang ia terima.
Sangat berbeda dengan Kain. Cerita ini menjelaskan bahwa hati Kain panas ketika persembahannya tidak diterima. Mungkin kita berkata dalam hati, “Tuhan tidak adil. Apa alasan Tuhan tidak menerima persembahan Kain, padahal mereka sama-sama mempersembahkan buah sulung hasil pekerjaan mereka?” Jawabannya sederhana: Tuhan tahu isi hati dan motivasi manusia yang datang kepada-Nya. Jika peristiwa ini dibalik, persembahan Habel tidak diterima oleh Tuhan, ada kemungkinan bahwa Habel tidak bertindak secara berlebihan seperti kakaknya, Kain. Ia pasti akan bertanya kepada Tuhan mengapa persembahannya tidak diterima. Alasannya, ia mengasihi Tuhan dan hidup sesuai kehendak Tuhan. Untuk itulah, Tuhan Yesus memuji Habel dengan berkata bahwa ia adalah orang yang benar.
Dari kisah ini kita dapat pelajari tentang pusat pendidikan ketaatan. Tuhan menginginkan semua orang hidup menjadi orang yang benar. Orang yang benar adalah orang yang punya motivasi lurus dalam mempercayai Tuhan. Tidak ada embel-embel tersembunyi di belakangnya. Ia taat kepada perintah Tuhan karena ia mengasihi. Ia taat karena ia beriman. Ia taat karena Tuhan menjadi penguasa tunggal dalam hidupnya. (GG)
ku save dulu nih yah :-)
BalasHapuskalau renungan ini memberkatimu, silakan saja di save :) salam kenal ya GBU
BalasHapus